Ada saatnya perempuan tidak lagi ingin berkata-kata. Bukan karena ia tidak mampu, bukan karena ia tak punya keberanian, tapi karena ia lelah.
Lelah menjelaskan sesuatu yang tak pernah dimengerti. Lelah mengulang kalimat yang selalu dipatahkan. Lelah membela dirinya sendiri, sementara tak ada yang benar-benar ingin mendengarkan.
Dulu, ia mencoba bicara. Berharap suaranya didengar, perasaannya dihargai. Tapi semakin banyak kata yang keluar, semakin banyak luka yang masuk. Ucapannya diputar balikkan, tangisannya dianggap berlebihan. Maka ia memilih diam.
Diam bukan berarti tak peduli. Justru dalam diamnya, ia belajar memahami banyak hal. Ia belajar bahwa tidak semua orang punya hati untuk mengerti. Tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan kata-kata. Kadang, lebih baik berhenti berbicara daripada terus berbicara namun tak didengar.
Ia mulai memahami bahwa diam juga bisa menjadi bentuk perlawanan. Bukan untuk menyerah, tapi untuk menjaga dirinya sendiri. Dalam diamnya, ia menemukan ruang untuk bernafas. Dalam diamnya, ia menemukan tempat untuk menyembuhkan diri.
Karena diamnya bukan kekalahan. Diamnya adalah kekuatan.
Kekuatan untuk tidak meladeni hal yang tidak perlu.
Kekuatan untuk melindungi hatinya sendiri.
Kekuatan untuk menyerahkan segalanya pada Allah, karena hanya Allah yang tahu isi hati tanpa perlu ia jelaskan.
Dan di dalam diamnya, ada doa yang tak pernah berhenti mengalir.
Diam perempuan adalah bentuk kebijaksanaan, sebuah cara untuk memilih fokus pada kedamaian batin daripada keributan dunia."
0 Komentar